Senin, 26 Desember 2016

Kelas Menengah Islam: Wajah Keagamaan Tanpa Ide Populis

Mereka adalah kelompok orang yang bila berkumpul membahayakan, bila berpisah menguntungkan (Ali RA)
Orang-orang kaya biasanya merupakan sahabat para tiran, karena mereka mampu membeli kebebasan; sedangkan kaum melarat tak segan-segan menjual kebebasan mereka (JJ Rousseau)

KINI kita tiba dalam arus putaran sejarah yang genting. Umat telah jadi kekuatan massa yang ‘seolah-olah’ sadar dan yakin. Pada siapa saja yang dikatakan kafir dan pada orang yang disebut menghina. Persis ketika kehormatan itu tersinggung maka umat bisa turun dan mengaliri jalanan. Aksi Bela Islam membawa bukti yang meyakinkan. Ratusan ribuan umat menggenangi jalan protokol dan mengelilingi Monas. Diperintah oleh sebuah fatwa yang dituangkan dalam suasana yang panas: kompetisi politik menjelang Pilkada. Guncangan itu membuat banyak kalangan harus saling bertemu, berunding dan menegoisasikan kesepakatan. Soal aksi harus berjalan damai, tentang pengusutan harus tuntas hingga ditangkapnya sejumlah orang yang kena tuduhan makar. Politik kini menemukan suasana baru: bertarung kekuatan dengan memanfaatkan aksi massa. Ormas seperti FPI meroket dan bahkan pimpinannya khutbah di depan Presiden. Sejajar dengan itu, banyak analisis yang melihat ini adalah gerakan yang harus diakui hasil dari kumpulan situasi sosial yang kompleks: kekalahan orang miskin, marginalisasi buruh hingga naiknya fundamentalisme. Saya tak membantah tapi punya pandangan sedikit berbeda. Saya melihat ini adalah gerakan yang diawali dari sebuah harapan yang mau karam. Baca Selanjutnya
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Cobalah Tengok

Daftar Isi