Dalam konteks kultural, apakah yang dimaksud sebagai kemubaziran? Untuk mudahnya, bayangkan saja serangkaian situasi semacam ini: Bayangkan seorang penulis prosa yang mengabdikan seumur hidupnya menggagas sistem kekerabatan yang begitu kompleks di antara makhluk-makhluk imajiner dari galaksi Andromeda. Bayangkan seorang profesor filsafat yang menghabiskan sebagian besar hidupnya merakit sebuah sistem logika di mana semua proposisi niscaya salah, lengkap dengan ketentuan sintaksis dan semantik yang berbelit-belit dan tak ada faedahnya. Bayangkan seorang komponis yang mencurahkan segenap tenaganya mencari segala macam bunyi dan komposisi musikal yang dijamin membikin orang frustrasi. Bayangkan seorang filolog yang mengorbankan segala kewarasannya untuk mempelajari aturan lingustik di balik simbol Jiahu dari 6000 SM yang hanya ditemukan di beberapa biji artifak di Cina dan nyaris tak punya efek apa-apa pada sejarah masyarakat selanjutnya. Bayangkan ratusan jenis orang yang mengabaikan hidupnya demi memikirkan, menciptakan, mengimajinasikan hal-hal yang sama sekali tak relevan bagi kemaslahatan masyarakat. Kemana perginya orang-orang semacam itu pada hari ketika revolusi usai dan sosialisme menjadi tatanan sehari-hari?
Baca Selanjutnya