Dia berbicara ibu kota dengan nada yang berbeda. Pada sebuah tulisan yang muram tentang Jakarta, Seno Gumira Ajidarma, sastrawan yang juga wartawan itu menulis, “Alangkah mengerikannya menjadi tua dengan kenangan masa muda yang hanya berisi kemacetan jalan, ketakutan datang terlambat ke kantor, tugas-tugas rutin yang tidak menggugah semangat, dan kehidupan seperti mesin, yang hanya akan berakhir dengan pensiun tidak seberapa.” Jakarta selalu punya ruang untuk dituliskan dan bagaimana Seno menulis dalam buku ini adalah refleksi segar. Pembaca yang akrab dengan buku-buku Seno terdahulu –seperti Affair, Kentut Kosmopolitan, dan Surat dari Palmerah— bisa mengatakan buku ini adalah bentuk kemalasan kreatif, karena Seno bermain aman.
Lihat Selengkapnya