SAYA hendak memulai diskusi kita pada pertanyaan yang sedikit puitik, namun relevan: masih adakah nafas kita untuk melakukan transformasi sosial hari-hari ini? Ya, hari-hari ini. Diskusi kita tidak akan memiliki faedahnya apabila ia tidak dipancangkan pada situasi kekinian, pada kontemporalitas, pada yang ‘hari ini.’ Berbicara mengenai situasi politik hari-hari ini, kita tentu bisa menderetkan beberapa hal secara spontan: demokrasi yang tersabotase oligarki, birokratisme dan teknokratisme politik, korupsi partai politik berikut politisinya, politik transaksional nir-idiologi, mahasiswa pragmatis, NGO berorientasi proyek, korporasi membeli negara, mandulnya kritisisme kampus, kongkalingkong dengan korporasi asing, tunduknya kedaulatan di hadapan kapital dan negara besar, dst. Inilah yang kerap kita dengar, baca, saksikan, bahkan alami di kehidupan kita sehari-hari. Dimana-mana kita temukan kedangkalan, kepalsuan, dan kebohongan. Situasi demikian kemudian memroduksi subyek-subyek pragmatis, sinis dan egois, di satu sisi. Namun di sisi lain, mereka-mereka yang idealis dan menjunjung-tinggi kejujuran, garis idiologi/perjuangan, dan integritas, harus memungut puing-puing keyakinannya yang hancur berkeping-keping. Sinisme dan asketisme akhirnya menjadi subjektivitas mereka-mereka yang belakangan ini, jika bukan malah menjadi konformis dan menjadi pragmatis.
Lihat Selengkapnya