Rabu, 29 Juli 2015

Sendang Bunder dan Kapitalisme

Airnya sangat jernih. Merembes dari sela-sela pasir dan kerikil. Mata air itu menghidupi telaga kecil desa kami. Batu-batu alam tertata melingkarinya. Itu mengapa kami menyebutnya Sendang Bunder, atau telaga bundar. Sendang Bunder tempat paling menyenangkan bagi anak-anak desa kami di lereng Gunung Sindoro. Kami biasa mandi di situ setelah lelah bermain lumpur di sawah atau memancing ikan di kali. Di situ pula kami belajar berenang pertama kali. Jika senja tiba, sendang lebih ramai. Lelaki dan perempuan dewasa ikut mandi, di pancuran air yang terpisah oleh dinding-dinding batu alam. Ada pula yang mencuci piring atau baju. Telaga kecil itu menjadi tempat bersama, ruang publik, yang akrab dan riuh. Alam, air bersih, dan ruang yang bisa dinikmati bersama-sama, secara cuma-cuma. Lihat Selengkapnya
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Cobalah Tengok

Daftar Isi